Oleh
: Rifan Khoridi
Madura, sebuah pulau yang oleh
kebanyakan orang disebut-sebut pulau berjuta cerita dan legeda. Secara historis pulau ini adalah pulau dengan
folklore yang banyak diceritakan bahkan sampai ditelinga Kerajaan eropa atau dinasti-dinasti
di cina, pulau ini pulau dengan beragam budaya dan cerita serta
peninggalan-peninggalannya sebagai bukti bahwa masa dan waktunya pernah
tercatat di pulau ini, mulai dari penghujung barat sampai penghujung timurnya
tak jemu-jemu untuk dikaji dan dipahami.
Setiap sejarah tentu meninggalkan
banyak makna dan kaidah, agar peninggalannya tetap dijaga dan dijadikan cermin
untuk kehidupan masa depan, misalnya tempat peninggalan, alat memasak, alat
bertempur/bela diri, dan tembang, serta syair juga nyanyian.
Dari warisan inilah Generasi kita tetap harus
menjaga keutuhan dan eksistensinya sebagai jati diri dan simbol penerus adab,
tata cara, norma dan etika nenek moyang yang santun.
kearifan lokal, mungkin istilah ini yang sering digunakan oleh para
ahli bahasa untuk mewakili warisan budaya nenek moyang yang tetap dipegang
teguh oleh penerusnya.
Orang madura sampai saat ini masih sangat menjaga tradisi,
budaya, dan harkat tertinggi yaitu harga diri dan kewibawaan nama, lebih-lebih
nama keluarga yang harus ada diatas-segala-galanya meskipun dari situlah kadang
orang-orag madura disebut sebagai suku pewaris carok red (Berduel saling
membunuh demi mempertahankan harga diri) yang secara budaya bukan hanya
madura yang punya kebiasaan seperti ini, dimana-mana dibelahan bumi manapun
berkelahi dan bergulat bukan hal baru untuk ditabukan bahkan di awal
perkembangan sejarah manusiapun budaya ini sudah ada.
Kembali pada warisan budaya,
dimana yang akan dibahas disini adalah warisan budaya yang dipandang positif
dan dapat dijaga baik oleh penerus-penerus sejarah saat ini maupun kelak,
seperti yang dipaparkan diatas bahwa
salah satu warisan nenek moyang orang madura adalah tembang atau
nyanyi-nyanyian, lagu-laguan dan kidung-kidungan. Pada penggalan gubahan kidung
dibawah ini yang akan dianalisa baik secara tekstual maupun kontekstual adalah
lagu berjudul “Pak-kupak illing”.
Sebelum masuk pada analisa pembahasan makna dan
intisari tersiratnya baiknya kita tahu bunyi syairnya :
Pak
kupak illing
Illinga
sandor ranjih
Bapak
entar ngaliling
Nak
tambeng tao ngajih
Ngajih
bebenah cabbhih
Le
ollena sarabhi potton
Pendendangan lagu ini biasanya
ditembangkan oleh orang tua pada anaknya. Biasanya lagu ini dinyanyikan pada
anak kecil yang baru bisa tepuk tangan atau mengajari tepuk tangan pada anak kecil.
Hanya saja yang ingin lebih diperjelas dan dikaji tentang lagu ini adalah
intisari maknanya dan mengapa harus berbunyi seperti itu lirik atau syairnya
dan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh nenek moyang pada penerusnya
juga mengapa pendendangannya dibiasakan untuk anak kecil yang baru bisa belajar
tertawa dan bertepuk tangan.
Kita masuk pada syair dan lirik di bait pertama :
Pak
kupak illing
Illinga
sandor ranjih
Dari penafian gubahan ini yang
kita pahami pertama adalah bentuk sajaknya yag berirama ab, ab. Namun pemahaman
ini bukan hanya pada gaya sajaknya tapi makna mengapa harus pak kupak illing, tinjauan awal adalah
pada arti dari kata itu sendiri yaitu pak
kupak = tepuk tangan Dan Illing = adalah istilah untuk menggoda
orang lain dengan colekan tangan eg.
Ada seseorang yang tangannya terkena kotoran burung, kemudian di-illing-kan
pada temanya. Kemudian kata yang kedua adalah illinga sandor ranjih secara bahasa arti dari kalimat ini
“illingnya adalah illing sandor (nyanyian/tembang) ranjih (tetap/pasti) namun
pada dasarnya arti dari kata-kata ini bukanlah bahasa madura yang umum (sering
digunakan) bagi pemakai bahasa madura, karena kata-kata ini adalah kata –kata
yang memiliki arti yang mendalam termasuk pada jenis kata atau kalimat sastra,
sastra madura biasanya berjenis pada ocak parebhesan, keyasan atau bhengsalan.
Penafsiran dari rampungnya
penterjemahan syair itu adalah :
Bertepuk
tangan yaitu bersuka cita dengan memberi sambutan canda pada orang lain. Dan
candaannya adalah candaan sandor (tembang) yang pasti dan harus membuat orang
lain senang.
Secara Budaya, gubahan ini telah mewakili gaya dan
penyifatan orang madura, betapa sangat menghargainya mereka pada sambutan
tamu/menyambut tamu dan lebih-lebih untuk hal yang berbau tembang dan nada juga
tarian, orang-orang madura selalu tidak ingin ketinggalan, orang madura punya
kreasi seni dari generasi kegenerasi baik pada seni tari atau seni musiknya
yang bukan hanya sekedar bunyi tanpa arti tapi setiap bunyi dan gerakanpun bagi
orang madura adalah bahasa untuk disampaikan namun lebih tegasnya dari tembang
ini jika diperas lagi intisarinya ternyata hanya tentang sebuah prihal, yaitu
tentang menularkan sisi positif yang dimiliki oleh manusia satu pada manusia
yang lainnya, memberi kebahagiaan pada saudara dan sanak keluarganya.
Masuk pada gubahan syair yang kedua yaitu :
Bapak
entar ngaliling
Nak
tambeng tao ngajih
Seperti yang telah diutarakan
sebelumnya, syair ini adalah isi atau jawaban dari sajak ab yang pertama yaitu pak
kupak illing, illinga sandor ranjih. Sekali lagi, ini bukan tentang
penyelarasan bentuk sajak ab, ab
supaya berakhiran sama akan tetapi bait ini memiliki makna dan intisari yang
dalam yang harus dikaji kembali oleh generasi madura khususnya dan generasi
bangsa indonesia pada umumnya karena pada dasarnya lagu-lagu dan sair-syair
daerah adalah kesatuan makna untuk membentuk karakter dan sifat bangsa yang
beradap dan beretika karena dimulai dari adab maka terbentuk sebuah peradaban
dan dimulai dari etika maka terbentuk karakter bangsa yang kuat dan kokoh,
karena jika suatu bangsa yang beradap dengan peradaban yang kuat dan kokoh maka
suatu bangsa itu adalah cerminan bangsa masa depan yang akan selau dikenang
oleh sejarah.
Kita masuk pada kajian syair isi
dari jawaban syair yang pertama yaitu Bapak
entar ngaliling yang artinya Bapak Pergi berkelana red. Ngaliling adalah kata kiasan dari orang yang sukanya pergi
kemana-mana. Kajian Kontekstual disini yaitu seorang bapak atau kepala
keluarga yang pergi keluar utuk mencari nafkah anak dan istri untuk
memperjuangkan kelayakan keluarga dan kesejahteraanya, bekerja banting tulang
dan berusaha sampai apello koneng
(berkeringat kuning) red. Okara keyasan/bentuk majas untuk menggambarkan betapa
beratnya pekerjaan itu. Kemudian lanjutan syair setelahnya adalah Nak tambeng tao ngaji, dalam ilmu tata
bahasa Arab dikenal dengan istilah Fi’il
syarat dan jawab syarat atau
dalam teologi Ilmiah kita kenal dengan sebutan Cause and effect relation atau
hubungan sebab akibat, syair di bait keempat ini adalah poin yang
pembahasannya mengacu pada hasil dari rentetan kalimat sebelumnya yaitu secara
arti bahasa Anak tambeng (Anak yang masih dalam buaian) tahu/bisa mengaji, kata
mengaji Secara istilah adalah membaca Al-Quran atau kitab-kitab syariah dan
hukum-hukum Islam namun kajian bahasa intrinsic
of value-nya mengaji seharusnya mengkaji bukan sekedar mengaji atau membaca
tanpa makna, mengkaji adalah membaca hal-hal yang absoult, mengkaji sesuatu
bukan hanya pada objek yang tertulis atau tersurat tapi semisal jika kembali
pada kronologi turunya bahasa pertama dalam Al-Quran Iqra’ dimana Jibril pertama kali menyampaikan wahyu Allah pada Nabi
Muhammad, Iqra’ = bacalah, apa yang aka dibaca? sedang jibril tidak membawa
teks apa-apa untuk dibaca, Namun ternyata dalam persuasi ini Jibril menyuruh
Nabi membaca yaitu membaca apa yang ada pada diri kita, membaca apa yang ada disamping kita, membaca keadaan
yang harus kita solving Dan
membaca
Alam serta keagungan-keagungan Ciptan Tuhan mulai dari yang hidup sampai yang
mati, mulai dari yang bergerak dan diam serta mulai dari yang tampak dan tak
tampak.
Anak kecil yang masih dalam
buaian dalam artian anak yang belum sampai pada akil balligh-nya saja mampu untuk mengkaji keagungan-keagungan yang
anggun ini. Namun dilain sisi tembang ini mengisyaratkan peran bagi orang tua
dan anaknya, hubungan yang kental serta kasih sayang yang mendalam oleh orang
tua supaya anaknya berilmu dan menjadi cendekia yang beretika, bigitu pula bagi
seorang anak, bagaimana ia harus mendalami peran dan kewajibannya yaitu
menuntut ilmu dan mengamalkannya, istilah kontemporernya saling menghayati
peran dan memaksimalkan apa yang bisa dan seharusnya dikerjakan oleh
masing-masing profesi.
Kemudian
hal lain yang ternyata patut untuk dipertahankan dan tetap dipegang teguh oleh
generasi penerusnya yaitu nenek moyang orang madura sudah membiasakan
mengajarkan generasinya sejak kecil dan menanamkan kearifan ini untuk
senantiasa falsafah-falsafah hidupnya menjadi pribadi yang indah dan bermakna
bagi sesama dan tanah tumpah darahnya lebih-lebih pada peran dan jasa-jasa
orang tua juga doa yang tercurah untuk mereka supaya menjadi sesuatu yang dapat
dibanggakan.
Dua bait terakhir berlirik :
Ngajih
bebena cabbhih
Le
ollena sarabhi potton
Syair terakhir inilah yang akan
menjelaskan keseluruhan makna atau poin akhir dari ketegasan intisarinya.
Seperti pada analisa bait-bait sebelumnya yaitu sebelum masuk pada pembahasan
makna kita harus tahu arti secara bahasa atau translate dari kata-kata pada
syair ini, ngajih bebena cabbih =
ngaji dibawah pohon cabai, le ollena
sarabhi potton = oleh-olehnya (yang didapat) serabi potton (serabi yang
dibawahnya gosong.
Saat
ini sudah banyak yang lupa bahwa setelah menjadi orang yang mampu mengkaji atau
orang yang sudah berilmu setelah proses panjangnya sebagai seorang anak tambeng mereka malah lupa untuk
mengaji dibawah pohon cabai atau menkaji pada pohon cabai, secara majas makna dari
pohon cabai sendiri adalah proses dimana pada setiap cabai itu tidak semuanya
merah pada waktu yang bersamaan, mereka melalui proses-proses panjang untuk
menuju merahnya meskipun pada hakekatnya sifat cabai itu pedas baik yang masih
hijau ataupun yang sudah memerah, namun bukan tentang mebudidaya cabai yang
seharusnya dikaji tapi tentang makna warnanya merah dan hijau inilah yaitu
bahwa manusia harus tahu Kennengnah
kennengi lakona lakone = tempatnya ditempati dan pekerjaanya dikerjakan
yaitu cabai yang masih hijau tingat kepedasanya sekian dan cabai yang sudah
mulai memerah tingkat kepedasannyapun mulau bertambah juga cabai yang sudah
sempurna dengan warna merah tua itu yang paling pedas dari pada yang lain, ini
tentang sadar diri sadar refrensi bahwa manusi tidaklah mampu memenuhi setiap
bingkai profesi, artinya yang mampu dibidang bisnis berbisnislah, yang mampu
dibidang politik berpolitiklah yang sehat, dan yang mampu dibidang agama
ajarilah manusia bagaimana menjadi manusia sejati manusia yang tertata akhlak
dan ibadahnya.
Makna
lain dari pohon cabai yaitu tentang eksistensi atau jatidiri, misalnya bagaimana
bangsa Indonesia seharusnya menjadi cabai, dibebrapa kesempatan kadang kita
pernah mendengan istilah kecil-kecil cabe
rawit = biarpun kecil tapi menyengat
bangsa Indonesia itu adalah bangsa yang besar bangsa yang melimpah sekali
kekayaan alamnya, bangsa yang punya kekayaan budaya dan bahasa yang beragam
namun sayang bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa yang cabai, bangsa indonesia
tidak dapat menampakkan kekuatannya karena nilai-nilai persatuan sudah mulai ditinggalakan,
makna kesatuan Indonesia sudah tak lagi indah, kaum sparatis dimana-mana,
mempertahankan kebenaran masing-masing kelompok menjadi acuan utama, kiblat
bangsa kita sudah bukan lagi agama dan pancasila tapi kepentingan masing-masing
yaitu egosme dan kekuasan yang bukan bertujuan untuk kemakmuran bangsa tapi
untuk kepentingan diri sendiri. Inilah kenapa bangsa kita tidak mampu mengkaji
kepribadiannya sendiri, kepribadian bangsa kita diaplikasikan negara lain
misalnya jepang, selandia baru, bahkan diambil negara-negara tetengga sesama
asia tenggaranya yaitu kecil-kecil cabai
rawit, lihat bagaimana jepang mampu mendongkrak pasar ekonominya,
mengembagkan berbagai produk tehonogi dan kendaraannya bahkan buah-buahanpun
jepang mampu mengekspor sampai kepasar asia tengah yang pada dasarnya jepang
hanya berbanding 10% dari total kekayaan dan kesuburan tanah Indonesia, jelas
hal ini karena jepang kecil-kecil mereka mamapu menjadi anak tambeng yang berkualitas cabai. Namun sayang bangsa kita belum
sampai pada fase yang menciptakan generasi anak bangsa yang berkepribadian
seorang anak tambeng yang beretika seperti pada tembang itu tapi lebih ingin menjadi anak tambang yang
hanya menjadi kuli tambang di negara sendiri dan hanya tahu menambang tanpa
bisa mengolahnya sendiri menjadi anak tambang yang menjual harga diri pada
investor asing yang hanya bisa merugikan negara secara ekonomi dan membununuh
bangsa secara perlahan yang pada dasarnya Indonesialah pelopornya dan menjadi
jati diri anak tambeng itu sendiri
yang menempatkan posisi pada porsinya dan menggunakan kemampuannya untuk
memuaskan bangsa dengan pemikran-pemikiran untuk memajukan Negara serta selau
menjadi anak tambeng yang berproses
menuju cabai yang pedas .
Kemudian
jika nantiya anak tambeng itu sudah
mampu mengkaji tentang hidup dan tentang jati diri serta pembenahan
kekurangannya maka le ollena sarabhi
potton artinya hal yang diperoleh adalah Sarabhi red. Kue yang terbuat dari tepung dan parutan kelapa serta
cara memasaknya disangrai. Detelusuri secara konteks budaya hal ini lebih dekat
pada kuliner tradisional namun sejatinya kue serabi ini sering digunakan pada
setiap ritual-ritual sakral di madura misalnya jika anak kecil khatam Al-quran
pasti salah satu kuenya harus ada serabi atau pada acara petik laut kue serabi
selau di ikut sertakan juga, untuk kepercayaan madura kuno barang siapa
menjatuhkan Al-quran secara sengaja maka selamatannya adalah kue serabi
setinggi badannya.
meskipun hal ini terlalu
tradisional dan primitif untuk dilogikakan
pada pola pikir masyarakat modern atau dianggap teralu omong kosong
namun hal ini adalah budaya yang patut untuk tetap diindahkan karena masyarakat
madura di jaman sulit (jaman pasca kemerdekaan atau jauh sebelum itu, madura
benar-benar masyarakat melarat bahkan untuk dimakan saja orang-orang di jaman
itu harus mencari daun pe-apeh/di
laut atau memakan pohon pisang yang dicaincang lalu digodok sampai dapat dikonsumsi
seperti layaknya sayuran berhubung semua persediaan pangan baik yang masih di
tanam maupun yang sudah di panen terserang hama tikus) benar-benar mengangap
makanan adalah hal yang harus dihemat misalnya pada tahun 60-an saja masih berlaku
larangan anak kecil makan ikan laut kalau tidak dimakan dengan nasi karena satu
ikanpun itu untuk dimakan beramai-ramai atau makan kelapa yang belum diolah
apa-apa takut kena penyakit cacing kremmi, ini untuk masyarak modern adalah hal
yang bullshit sedang para ahli kesehatanpun menyarankan untuk mengkonsumsi
makanan berprotein dan bergizi, namun kondisi masyarakat pada waktu itu harus
benar-benar menghemat makanan sehingga anak kecil dilarang memakan hal yang
dianggap makanan sekunder atau tresier padahal sebenarnya hal ini untuk
mengantisipasi anak-anak punya kebiasaan seperti itu.
Sedangkan Kue serabi adalah
makanan yang memiliki nilai sakral di mata masyarakat madura. misalnya di
akhir-akhir bulan ramadhan ada tanggal yang umumnya masyarakat madura membuat
kue ini atau di awal bulan ‘asyura serabipun dipakai juga untuk arebbe (selamatan, biasanya diantarkan
pada tokoh-tokoh atau pemuka agama di tempat itu) yang hal ini tidak lain bahwa
serabi di mata masyarakat madura adalah kue yag harus tetap di lestarikan dan
dijaga keutuhan budayanya. Dalam konteks ini masyarakat modernlah yang harus
mengkaji mangapa anak tambeng yang didapat setelah bisa mengkaji oleh-olehnya
adalah kue serabi seperti pada lirik tembang ini. Dalam tinjauan makna dan
kajian ilmiahnya kue serabi yang diartikan secara majas adalah kue yang selalu
dibutuhkan, dijaga, diindahkan, atau bahkan di sakralkan maka anak tambeng itulah yang akan dijadikan
kue serabi oleh masarakat dan akan dipandang untuk bermanfaat bagi bangsa,
tanah air dan agama. Anak tambeng
yang bukan sekedar mangaji tapi mengkaji, anak tambeng yang berkepribadian
cabai yaitu anak bangsa yang berkualitas bukan hanya yang pandai berkata-kata
dan berkonsep namun cerdas dalam menghayati peran dan bertindak, juga anak
tambeng yang sejati yang bisa menjadi diri sendiri yang menemukan jati dirinya
yaitu anak bangsa, anak pertiwi yang akan menjadi kebanggaan bangsa dan negara
lebih-lebih agama.
Dari itu Cermin bangsa ini
seharusnya mengindahkan apa yang sudah ada dan diramu menjadi tembang-tembang nasehat untuk menjadi bekal
berbudaya dan beretika juga mampu
menciptakan peradaban yang lebih maju dengan berkeprbadian menjadi diri sendiri
dengan karakter bangsa yang berbudi luhur, religius dan disiplin.
Maka jika telah sampai pada
prinsip dan target inilah anak tambeng
Indonesia akan mampu menjadi pribadi yang diharapkan atau pribadi yang
disakralkan oleh bangsa dan Negara yaitu pribadi penting dan dibutuhkan oleh
rakyat kita dan Ibu pertiwi seluruh Nusantara kerena anak bangsa
seharusnya bukan hanya dididik dalam
kecakapan berilmu pengetahuan yang tinggi tetapi moral dan etika harus jadi
sandaran utama dan prioritas pertama dalam membentuk kepribadian yang anggun
dan bijaksana. Sebab besar suatu bangsa dapat ditanam dan dimulai dari
kepribadian yang etis dan religiuis.
kembali pada suvei yang ternyata
benar, tidak sampainya proses perkembangan peradaban bangsa kita dari negara
berkembang menuju negara maju disebabkan oleh tangan-tangan anak bangsa yang
hanya mampu berfikir dan berencana tanpa itikad dan etika yang luhur dan murni
yaitu menciptakan suatu bangsa yang berfalsafah pada kajian mencerdaskan bangsa dengan ilmu pengetahuan
yang seharusnya falsafah utama yang dipegang oleh bangsa ini adalah membentuk karekter bangsa dengan etika dan
agama ini akan terbukti jika anak bangsa yang duduk di panggung politik
mulai dari legislatif, yudikatif hingga ekskutif dibentuk dari karakter anak tambeng yang mampu mengkaji pada
keadaan dan nasib bangsa ini juga anak
tambeng yang sudah menkaji dibawah pohon cabai yaitu anak bangsa yang sudut
pandang fikirannya lebih tertekan pada etika dan agama, maka tidak akan ada
ceritanya bangsa kita memiki istilah yang sudah dianggapa biasa seperti korupsi,
money loundring, atau suap advokat sampai kasus century yang ternyata dalangnya
adalah badan ekskutif, tidak akan ada sebab bangsa yang sudah mendahulukan
akhlak dan etika dari pada ilmu pengetahuan adalah bangsa yang akan menjaga
kesuciannya dari hal-hal yang berbau negatif dan merugikan orang lain.
Dan pada akhirnya semua hal yang dibicarakan dan
dibahas mulai dari keteguhan menjaga keutuhan bangsa dan negara hingga
menciptaka rasa percaya diri sebagi wujud suatu bangsa yang mandiri dan besar
dengan mengutamakan nilai-nilai religuitas dan percaya diri, maka lagu pak
kupak illing ini layak untuk dijadikan pedoman bangsa untuk menuju negara yang
orang-orang sebut Gemah ripah loh djinawi
atau Baldatun Toyyibatun Wa Robbun
Ghafuur itu tidak hanya ada pada bahasa istilah namun ia akan tercitra dari
dalam pribadi setiap individu bangsa ini, bangsa yang seharusnya menjadi anak tambeng seutuhnya agar cita-cita
dan harapan Ibu pertiwi dapat benar-benar terealisasi